KHUTBAH JUM"AT
Khotbah Jumat Tgl. 20 Mei
2022
Momen Berbenah Diri
Pasca-Ramadan
الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي
اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ
فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا
يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ
لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ
اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ
حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ
اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى
أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
Jamaah
shalat Jumat rahimakumullah,
Ramadhan
telah lewat dan kitapun sudah berada di akhir bulan Syawal dan bulan-bulan
berikutnya yang mungkin bagi kebanyakan orang, termasuk kita semua, “kurang istimewa”. Ramadhan yang istimewa
hadir dengan janji pelipatgandaan pahala, menekankan pengekangan hawa nafsu,
dan momen menumpuk amal saleh sebanyak-banyaknya. Dengan demikian Romadlan menjadi saat-saat penggemblengan bagi seorang
hamba, menjadi orang yang semakin dekat
dengan Allah atau dalam bahasa Al-Qur’an mencetak insan yang bertakwa
(la‘allakum tattaqûn).
Di
dalam Ramadhan umat Islam dianugerahi sebuah malamyang sangat spesial bernama
Lailatul Qadar yang setara dengan seribu bulan. Artinya melakukan satu amal
kebaikan pada malam itu setara dengan seribu amal kebaikan pada malam-malam di
luarnya. Tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah, diamnya orang yang berpuasa
bernilai tasbih, doanya dikabulkan, dan balasan atas perbuatan baiknya
dilipatgandakan.
Jamaah
Jumat rahimakumullah,
Yang
menjadi pertanyaan, mengapa Allah memberikan anugerah yang luar biasa semacam
itu? Hal ini bisa dipahami setidaknya dalam dua sudut pandang. Pertama, ini
merupakan kemurahan dari Allah untuk hamba-Nya. Sebagaimana Allah
mengistimewakan hari Jumat di tengah hari-hari lain dalam satu minggu, Allah
pun mengistimewakan Ramadhan di tengah bulan-bulan lain dalam satu tahun. Momen
tersebut menjadi kesempatan terbaik bagi setiap hamba, untuk meningkatkan Setatus dirinya.
Kedua,
Ramadhan juga bisa dibaca sebagai sindiran kepada mereka yang umumnya terlalu
tenggelam dengan kesibukan duniawi. Jam-jamnya, hari-harinya, dan
bulan-bulannya, dipenuhi dengan aktivitas untuk kepentingan dirinya
sendiri—atau paling jauh untuk keluarga sendiri. Sementara kegiatan yang
benar-benar diniatkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah nyaris
terlupakan begitu saja.
Kita
sering mendengar seorang ibu yang merayu anaknya dengan iming-iming hadiah
untuk mencegahnya dari tindakan-tindakan bandel tertentu. Jangan-jangan
Ramadhan adalah hadiah karena Allah tahu kita terlalu “bandel”, tak cukup waktu
untuk bermesraan dengan-Nya, tak banyak waktu untuk mengingat-Nya. Itulah
mengapa pada malam Lailatul Qadar kita justru dianjurkan banyak meminta ampun
dengan membaca:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya
Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku.”
Anjuran
memohon ampunan adalah sinyal bahwa umat manusia memiliki kecenderungan berbuat
lalai dan dosa. Ini adalah pesan tentang pentingnya muhasabah atau introspeksi
diri seberapa besar kesalahan kita selama ini. Sudahkah seluruh harta yang kita
makan didapatkan dengan cara yang halal? Sudahkah kita bebas dari tindakan
membiarkan Fakir miskin ? Seberapa ikhlaskah kita meng-infakkan sebagian kekayaan kita
untuk di luar kepentingan kita? Seberapa semangatkah kita beribadah dibanding
semangat kita melakukan aktivitas keduniaan ? Dan seterusnya dan sebagainya.
Pembicaraan
ampunan juga muncul dalam janji dalam sebuah hadits bahwa siapa yang berpuasa
Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan mendapat ampunan
atas dosa-dosanya yang telah lewat (man shâma ramadhâna îmânan wa-htisâbah
ghufira lahu mâ taqaddama min dzanbihi). Ini juga menyiratkan pesan tentang
betapa manusia telah melewati hari-hari mereka dengan penuh kedurhakaan.
Melalui Ramadhan dan Lailatul Qadar, dosa-dosa yang pernah kita lakukan
diharapkan terhapuskan.
Memahami
Ramadhan sebagai momen koreksi diri merupakan hal yang penting agar kita
menghargai waktu dengan cara mengisinya secara positif dan memiliki kaitan
dengan pendekatan diri kepada Allah subhânahu wata‘âlâ. Dengan tidak meremehkan
bulan-bulan di luar Ramadhan. Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang
disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia,
maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar.
Hadirin
Jamaah Jumat RK :
Romadlan
telah berlalu, dan kita sudah berada di Bulan Syawal,yang berarti Bulan
Peningkatan, dan bulan-bulan berikutnya.
Lantas apa yang harus kita lakukan ?
Yang
kita lakukan adalah kita harus meningkatkan segala aktivitas, dan bangkit dari segala
keterpurukan.
Sebagaimana
kita maklumi bersama, bahwa kurang lebih 3 tahun lamanya, kita berada dalam
keterpurukan, akibat adanya Copid 19.
Peribadatan kita terpuruk, Perekonmian kita terpuruk, Solidaritas dengan
sesam juga ikut terpuruk,
Maka
dalam momentum terbebasnya hidup kita
dari pengaruh Copid 19, dan kebetulan hari ini, 20 Mei, adalah Hari kebangkitan
Nasional, mari kita sama-sama bangkit dan berbenah diri dari segala keterpurukan. Kita harus dapat
memanfaatkan sebaik mungkin ksisa umur kita , untuk dapat menutupui
kekurangan-kekurangan ibadah kita, kehancuran Perekonomian kita, Porakporandanya
dunia Pendidikan kita, solidaritas
kebersamaan kita, silaturahmi kita, yang selama ini dipengaruhi oleh Copid 19. Mari kita benahi
lagi puing-puing kehidupan kita. Mari kita bangkit. Mudah-mudahan dengan adanya
Hari kebangkitan Nasional, yang bertepatan dengan Bulan Syawai, yaitu Bulan
Peningkatan, menjadi titik tolak untuk Bangun dan Bangun kembali bangsa kita.
Dan mudah-mudahan Pemerintah kita, tidak lagi mengeluarkan diksi-diksi yang
dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan kita. Amin ya Robbal alamin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ اللهُ
ت مِنَّا وَمِنْكُمْ
لاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ
السّ
مِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Komentar
Posting Komentar