KHUTBAT JUM'AT TGL.15 -10- 2021
Khutbah
Jum’at Tgl.15 Oktober 2021
Di Masjid Al
Istiqomah Lohbener
Oleh : H.Al Asy'ari, S.ag.M.Si.
اْلحَمْدُ للهِ
اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ
النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك
لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى
سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى
يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Maasyirol Muslimin RK :
Alhamdulillah, mari kita sama-sama
bersyukur pada Allah swt, yang menciptakan kita dan yang menghidupkan kita.
Dimana pada siang hari ini, kita masih diberi kesempata hidup sampai bulan
Robiul awwal atau bulan Maulid tahun ini. Dimana Setiap jatuh pada tanggal 12
Rabiul Awal, umat Islam selalu merayakan datangnya maulid Nabi Muhammad SAW. Demikian
itu tidak lain merupakan sebuah warisan budaya atau peradaban Islam yang
diperingati secara turun-temurun oleh umatnya. Jika dikaji dari catatan
historis (tarekh), maulid telah dimulai sejak zaman
Kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Siti Fatimah az-Zahrah
binti Muhammad saw. Asal muasal pelaksanaan perayaan maulid ini dilaksanakan
atas usulan panglima perang bernama Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M),
kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran (mulud) Nabi Besar Muhammad SAW.
Adapun Ending dari peringatan itu
adalah untuk mengembalikan semangat juang umat Islam dalam perjuangan
membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Zionis Yahudi.
Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam
menggelora pada saat itu. Secara subtansial dapat dikatakan perayaan
maulid nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan ketauladanan Nabi
Muhammad SAW. atas risalah kerasulan nya, untuk menyiarkan Dinul Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam catatan sepanjang sejarah kehidupan, Nabi
Muhammad SAW. adalah pemimipin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan
tauladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini maulid harus juga diartikulasikan
sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat Islam. Yaitu
sebagai semangat baru (spirit) untuk
membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani ( Civil Society ) yang merupakan bagian dari
demokratisasi, seperti adanya sikap toleransi (tasamuh),
transparansi (tabligh), anti kekerasan,
kesetaraan gender, cinta lingkungan hidup, pluralisme, keadilan sosial, ruang
bebas partisipasi, dan humanisme.
Dalam tatanan sejarah sosiologis
antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW. dapat dilihat dan dipahami dalam dua
dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi satu sama liannya.
Dimensi pertama, dapat dilihat dan dipahami
dari perspektif sosial-politik ke-Islaman ( siasyah syariah ), bahwa
Nabi Muhammad SAW. di samping sebagai nabi dan rasul juga sebagai imamul ummah
( Pemimpin Negara ), dari sini beliau
sebagai sosok politikus ulung dan handal. Sosok individu beliau yang sangat
identik sekali dengan sosok seorang pemimpin yang adil, egaliter, toleransi,
humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa
tatanan masyarakat sosial bangsa Arab masa itu menuju suatu tatanan masyarakat
sosial yang sejahtera, damai dan tentram di bawah ampunan Rabbnya. ( baldatun thayyibatun warabbun ghafuur).
Dimensi kedua,
dapat dilihat dan dipahami dari perspektif teologis-religius, bahwa Nabi
Muhammad SAW. sebagai sosok nabi sekaligus juga sebagai rasul akhir zaman dalam
tatanan konsep ke-Islaman. Hal ini beliau diposisikan sebagai sosok manusia sakral
yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang misi utamanya adalah bertugas membawa,
menyampaikan, dan mengaplikasikan segala bentuk pesan suci (kudus) dari Tuhan
kepada umat manusia secara universal .
Nah dalam kesempatan ini rasanya sudah datang saatnya bagi umat Islam untuk
kembali memulai (merekonstruksi)
memahami arti tanggal 12 Rabiul
Awal yang sering disebut maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga
tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok
nabi dan rasul terakhir, yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual
sakralistik-simbolik ke-Islaman semata, namun jauh dari itu sesungguhnya
menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin yang membawa spirit reformasi
dan restorasi menuju perubahan dalam tataran kepemimpinan umumnya dan
kepemipinan peradilan khususnya, dalam rangka menuju peradilan yang
seadil-adilnya. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila saat ini bangsa Indonesia
ini sedang membutuhkan sosok pemimpin yang mampu merekonstruksikan suatu citra
kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan
nondiskriminatif, sebagaimana yang pernah dipraktekan dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. untuk seluruh umat manusia (rahmatan linnas). Sehingga
kontekstualisasi maulid tidak lagi dipahami dari perspektif ke-Islaman semata,
melainkan juga harus dipahami dari berbagai perspektif dan dimensi yang
menyangkut segala persoalan dalam kehidupan umat manusia, dalam berbangsa dan
bernegara, seperti aspek persoalan penegakkan hukum, politik, sosial, budaya,
pendidikan, ekonomi, maupun agama.
HadirinSidangJum’atRK:
Ketika mengingat sosok Nabi Muhammad SAW. terutama disaat maulid setiap tahun
sering diceritakan spektrum tentang latar belakang biografi beliau serta
perjalanan hidup dalam memipin umatnya. Sehingga wajar ada yang semakin rindu
dengan sosok beliau, apalagi ditengah kedangkalan akhlak serta budi
pekerti yang merosot saat ini, merindukan sosok pemimpin sebagaimana sosok
bijaksana dari Nabi Muhammad SAW. Bersamaan
dengan itu masyarakat sedang membutuhkan dan mengidamkan sosok pemimpin yang
mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan yang ideal, egaliter, toleran,
humanis dan nondiskriminatif.
Salah satu sikap mulia yang lekat dan yang paling menonjol dengan kepribadian
Nabi Muhammad SAW. .
adalah sifat“shiddiq” (kejujuran, integritas)
Yang akhir-akhir ini kejujuran sudah
sulit didapat, yang ada kebohongan demi kebohonga, kebohongan yang pertama
ditutupi oleh kebohongan berikutnya. Dengan sifat ini Rosululloh diganjar
dengan julukan al Amin oleh
masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun yang memusuhinya. Selain bakat
kepemimpinan yang menonjol, sejak usia belia, beliau sudah terlibat gerakan
moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan. Yang di zaman sekarang disebut
“Revolusi Akhlak“ Sebuah gerakan demi membela rasa keadilan dan kebenaran
terhadap siapapun dan dalam kondisi apapun. Jujur dan berani menanggung risiko,
itulah warisan mulia kepemimpinan nabi yang mestinya ditauladani oleh para
pemimpin di negeri ini pada umumnya, dan khususnya pimpinan peradilan.
Faktanya, kadangkala amat susah menemukan elite negeri ini bersikap dan berperilaku
mencontoh kepemiminan Nabi. Rasanya untuk menemukan sebuah arti kejujuran saja
sudah sulit, tak obahnya sesulit
mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal kejujuran dari ungkapan kata-kata
saja belum cukup memadai untuk menjadi modal bagi seorang pemimpin. Fakta
sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran meneladani
sikap dan perbuatan Nabi.
Di corong-corong mimbar maupun dalam
teks-teks tulisan, hampir saban waktu mendengar para pemimpin dan penganjur
mengajak untuk mencontoh sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi yang
dijumpai akhir-akhir ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah
telanjang. Kadangkala masyarakat masih saja dipertunjukkan bahwa kejujuran
masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek,
kebenaran hukum telah dikalahkan oleh kepentingan politik sesaat, hukum telah
dijungkirbalikan oleh kemauan elit politik sehingga hukum tidak lagi menjadi
panglima.
Menjadi seorang pemimpin yang katanya menempatkan Nabi Muhammad SAW. sebagai
tauladan terdepan ( uswatun Hasanah ) sudah seharusnya berani pula mengambil
segala risiko dan bertanggungjawab atas segala akibat kepemimpinan. Bukan
justru malah sebaliknya buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada
anak buah, tepatlah dikatakan oleh orang bijak “ibarat lempar batu
sembunyi tangan”. Bukan pula seorang pemimpin yang gemar menyebut orang lain
telah memfitnahnya padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah
kebenaran sesungguhnya, atau justru malah tidak tahu akan kebijakan yang telah
diperbuat oleh bawahannya sehingga lepas tanggung jawab ketika muncul
persoalan. Maulid nabi bukan sekadar peringatan untuk seruan dan ajakan.
Maulid nabi merupakan momentum untuk
merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Nabi
Muhammad SAW. Untuk para pemimpin di negeri ini, maulid nabi seyogianya
menggerakkan hati nurani terbentuk pola diri untuk jujur, berani mengambil
risiko, dan bertanggungjawab atas akibat dari kepemipinannya.
Sifat shiddiq artinya benar, bukan hanya sekedar perkataannya saja yang benar,
tapi juga perbuatannya juga benar, sehingga antara perbuatan sama dengan
ucapannya. Jangan sampai pemimpin yang hanya kata-katanya yang manis di mulut,
namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya. Nabi Muhammad SAW. merupakan satu
sosok figur yang sangat mempesona, sopan dalam bertutur kata, jujur manakala
bicara sepanjang hayatnya, tidak pernah berdusta serta luhur budi pekertinya.
Hal inilah yang membuat orang-orang terkagum-kagum kepada beliau bahkan dari
dulu sampai saat ini semua orang di penjuru dunia mengagumi profil beliau,
memiliki integritas kepribadian yang sangat luar biasa. Beliau mempunyai
perilaku dan akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia, khususnya
terhadap umatnya tanpa membedakan atau memandang seseorang dari status sosial,
warna kulit, suku bangsa atau golongan tertentu. Beliau selalu berbuat baik
kepada siapa saja bahkan kepada orang jahat sekalipun atau orang yang tidak
suka kepadanya.
Eksistensi sifat shiddiq, memiliki pengertian bahwa pemimpin selalu dianggap
berada dalam tataran slogan kebenaran dan jujur dalam ucapan dan
perbuatannya. Segala sesuatu yang diucapkan jangan pernah ada punya tendensuis
pribadi atau didasari oleh interest dan emosional pribadi, tetapi semua yang
diucapkan olehnya didasari atas panduan bisikan hati nurani. Integritas adalah
sebuah konsep konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, langkah-langkah,
prinsip, harapan, dan hasil. Dalam etika kepemimpinan, integritas dianggap
sebagai kejujuran dan kebenaran yang merupakan kata kerja atau akurasi dari
tindakan seseorang. Integritas dapat dianggap sebagai kebalikan dari
kemunafikan, yang menganggap konsistensi internal sebagai suatu
kebajikan, dan menyarankan bahwa pihak-pihak yang memegang nilai-nilai yang
tampaknya bertentangan harus account untuk perbedaan atau mengubah keyakinan
mereka. Dengan demikian, seseorang dapat menghakimi bahwa orang lain memiliki
integritas sejauh bahwa mereka bertindak sesuai dengan, nilai dan prinsip
keyakinan mereka mengklaim memegang. Integritas (shiddiq) seorang penegak hukum adalah landasan
penting dari setiap sistem berdasarkan supremasi dan objektivitas hukum.
Menurut Burt Nanus dalam “The Seven Keys to Leadership
in a Turbulent World”, integritas itu dimana seorang pemimpin
berlaku fair, jujur, terpecaya, peduli, terbuka, loyal, dan punya komitmen yang
tinggi. Melakukan yang benar dalam pekerjaan adalah benar (haq) meskipun orang lain tidak melakukannya,
sedangkan melakukan yang salah (bathil) adalah
tetap salah meskipun orang lain melakukannya. Disinilah seorang pemimpin
dituntut untuk memiliki moralitas yang tinggi dalam menjalankan
kepemimpinannya. Karena sesungguhnya tindakan itulah yang dapat menjamin
kemajuan. Bekerja juga harus membuang prinsip hanya mencari keuntungan besar
semata atau hanya sekedar lepas dari tanggung jawab. Pekerjaan yang baik dengan
sifat shiddiq adalah manajemen yang dijalankan secara jujur, adil, sehat dan
tidak sampai mendzalimi bawahannya bahkan jangan sampai merugikan negara.
Karakteristik sebuah integritas ini wajib dibangun dalam tiap pimpinan dalam
level apapun hingga menyatu dalam karakter kepemimpinannya. Tekad untuk
mewujudkan karya terbaik berdasarkan karakter integritas merupakan landasan
utama keberhasilan sebuah instansi menghadapi sebuah kemajuan maupun menjadikan
dirinya sebagai yang terpuji dan terpercaya. Suatu tekad yang bukan saja
strategis tapi juga semakin langka diterapkan dalam budaya kerja saat ini.
Disamping sifat shiddiq sifat amanah (akuntabel) yaitu
jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu
akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW
dijuluki oleh penduduk Makkah dengan gelar al Amin yang artinya terpercaya jauh
sebelum beliau diangkat jadi nabi dan rasul. Apa pun yang beliau ucapkan,
penduduk Makkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.
Akuntabel mempunyai pengertian bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu menjaga
amanah yang diembannya dan bisa dipertanggunjawabkan. Beliau tidak pernah
menggunakan wewenang (kompetensi) dan
otoritasnya sebagai nabi dan rasul atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk
kepentingan pribadi, keluarga dan sukunya, namun yang dilakukan beliau semata
untuk kepentingan Islam semata. Sebagai contoh dalam suatu riwayat diceritakan
bahwa salah seorang sahabat yang bernama Abu Thalhah pernah memberikan sebidang
tanah yang subur kepada beliau tapi beliau tidak menggunakan tanah itu dengan
seenaknya, tetapi beliau mencari sanak saudara Abu Thalhah yang berkehidupan
kurang layak dan memberikan tanah itu untuk mereka, supaya taraf perekonomian
mereka meningkat.
Bahwa amanah merupakan salah satu dari sifat wajib bagi para nabi dan rasul.
Amanah artinya dapat dipercaya, lawannya adalah khianat. Pemimipin yang dipercaya
artinya segala kegiatan baik ucapan maupun perbuatannya selalu dipercaya dan
diyakini oleh bawahannya suatu kebenaran. Seseorang pimpinan dapat dikatakan
dapat dipercaya, apabila ia dapat melaksanakan amanah atau kepercayaan dari
orang lain kepadanya. Sifat amanah ini sejak kecil dimiliki oleh nabi, karena
sifat amanahnya ini dipercaya menggembala kambing milik pamannya dan
tetangganya. Atau ketika dipercaya membawa barang dagangan Siti Khadijah.
Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya,tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja, tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Nabi Muhammad SAW. dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh memegang janji.
Jika ada orang yang hendak menitipkan barang, maka yang dicari adalah Nabi
Muhammad SAW. Ia sering mengorbankan kepentingan sendiri hanya untuk menepati
janji. Suatu hari beliau pernah menjual beberapa ekor unta. Setelah terjual dan
pembelinya pergi, beliau teringat bahwa ada di antara unta yang dijual itu yang
cacat. Beliau segera menyusul pembeli tersebut dan mengembalikan uangnya. Oleh
karena itu, tidak heran jika semua penulis sejarah mengatakan bahwa beliau ini
mendapat gelar al Amin.
Seorang pimpinan baru dapat dikatakan amanah jika hasil pekerjaan tidak ada
penyelewengan atas jabatannya dan tidak takut ketika diaudit oleh akuntan
publik karena memang ia bekerja di jalannya (rel yang benar). Jangan sampai
pimpinan ketika tidak menjabat lagi justru malah berurusan dengan aparat
penegakkan hukum karena terindikasi adanya penyalahgunaan dan penyelewenangan
wewenang selama memangku jabatan, potret kepemimpinan seperti inilah
rasa-rasanya terekam dalam benak masyarakat ketika menonton, mendengar dan
membaca dari mass media terlalu banyak pembesar negeri ini ketika masih
menjabat, atau diakhir masa jabatannya bahkan ketika pensiun malah menjadi
penghuni hotel prodeo akibat menjalahi standar operasional prosedur yang telah
ditentukan.
Disamping sifat amanah, sifat yang ditonjolkan Nabi Muhammad SAW. adalah
tabligh artinya menyampaikan (transparansi).
Segala firman Allah SWT. sebagai titipan yang ditujukan untuk manusia,
disampaikannya tanpa dipotong atau disunat satu ayatpun. Tidak ada yang disembunyikan
meski itu menyinggung persaannya. Tabligh (transpran) sifat ini mempunyai
pengertian bahwa beliau selalu menyampaikan segala sesuatu yang diwahyukan
Allah SWT. kepadanya meskipun terkadang ada ayat yang substansinya menyindir
beliau seperti yang tersurat dalam surat Abbasa, dimana Rasulullah mendapat
teguran langsung dari Allah SWT. pada saat beliau memalingkan mukanya dari
Abdullah Ummu Maktum yang meminta diajarkan suatu perkara sama sekali
tidak disembunyikan oleh beliau. Beliaupun tidak merasa kwatir reputasinya akan
rusak dengan sindiran Allah SWT. tersebut, justru sebaliknya para sahabat
tambah meyakini akan kerasulan beliau.
Tabligh juga dapat diartikan bahwa sebuah media komunikasi yang memiliki
korelasi yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa
tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Kemampuan berkomunikasi akan menentukan
berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pemimpin
memiliki pengikut guna merealisir gagasannya dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Disinilah urgensinya kemampuan berkomunikasi bagi seorang pemimpin,
untuk mempengaruhi perilaku bawahannya. Inilah hakekatnya dari suatu manajemen
dalam organisasi. Nabi Muhammad SAW. dikenal sebagai komunikator ulung. Beliau
berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai kadar intelektualitas dan
lingkup pengalaman orang yang dihadapinya.
Dalam teori komunikasi itu disebut sebagai frame of reference (kerangka
dasar ilmu pengetahuan) dan field of experience (lingkup pengalaman). Jauh
sebelumnya, yakni empat belas abad yang lalu, beliau sudah menganjurkan kepada
para sahabat tentang pentingnya kedua faktor itu dalam menjalin komunikasi yang
efektif. Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari mengungkapkan bahwa Nabi
bersabda “Ajaklah mereka berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui”,
inilah yang disebut field of experience. Sedangkan pada sebuah hadis lain yang
diriwayatkan Ad-Dailami, Nabi bersabda “Aku diperintahkan untuk berbicara
dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan berfikir mereka”, inilah yang
diistilahkan field of reference.
Dalam rangka menghindari terjadinya distorsi atau salah pengertian yang
merupakan hambatan komunikasi, selalu berbicara dengan tenang dan jelas. Istri
beliau, Aisyah, menceritakan, “Rasulullah tidaklah
berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat).
Namun beliau berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan
terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengarnya.”(HR.Abu
Daud). Dalam kesempatan lain Aiysah juga berkata, “Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian
kalimat tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang
mendengarkannya.”(HR.Abu Daud). Bahkan beliau sering melakukan
penegasan dengan menaikkan nada (affirmation) dan
pengulangan (repetition) agar ucapannya
dapat dimengerti dan difahami dengan baik. Sebagaimana diriwayatkan, Anas bin
Malik mengatakan: “Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali agar
dapat dipahami.”(HR.Bukhari).
Sebagai seorang pimpinan juga sebagai komunikator, harus memiliki dua faktor
penting yang harus ada pada komunikator yakni kepercayaan audiens/lawan bicara
kepada komunikator (source credibility) dan
daya tarik komunikator (source attraction).
Dalam komunikasi, tidak hanya mengandalkan bahasa verbal, tetapi juga melalui
bahasa tubuh (body language), bahasa imajerial, bahasa isyarat dan berbagai
bahasa non-verbal lainnya, senantiasa berpikir. Pimpinan seharusnya lebih
banyak diam, dan berbicara seperlunya serta lebih banyak berbuat. Ucapannya
selalu padat, detail, dan jelas, tidak lebih dan tidak kurang, tidak kasar
serta tidak merendahkan bahwannya. Jika kebenaran dilanggar tidak akan diam
hingga kebenaran itu ditegakkan. Tidak pernah marah dan tidak pula
memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Ketika menunjuk dan
memerintahkan sesuatu, seharusnya selalu menggunakan seluruh telapak tangannya.
Sebagai pelengkap dari ketiga sifat di atas, adalah fathonah (profesional) artinya cerdas, mustahil Nabi itu
bodoh atau jahil. Dalam menyampaikan 6.666 ayat al Qur’an kemudian
menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar
biasa. Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah SWT. dan maksud firman
itu kepada umatnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus
mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya.
Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan
terpecah-belah serta saling perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya
dan berpengetahuan dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas
Eropa.
Sifat fathonah (cerdas, intelek) adalah suatu keniscayaan untuk para nabi dan
rasul karena tidak mungkin Rasulullah bisa menyampaikan wahyu yang berupa al
Qur’an yang sedemikian banyaknya hingga mencapai 6.666 ayat tanpa ada yang
salah dan keliru satupun. Jika beliau tidak mempunyai fondasi intelektual yang
tinggi hal itu mustahil terjadi. Kecerdasan Rasulullah tidak hanya intelektual
semata tetapi juga cerdas dari segi emosional dan spiritual. Kualifikasi
seorang pemimpin, salah satu diantaranya adakah profesional yakni memiliki
kemampuannya dalam mengelola emosi dirinya dan emosi orang yang dipimpinnya
atau dikenal dengan Emotional Intelligence sehingga seorang pemimpin yang
memiliki kecerdasan emosional dituntut mampu memahami emosi dirinya, emosi
orang yang dipimpinnya serta mampu mengelola emosi-emosi tersebut dalam
hubungan sosial untuk mewujudkan tujuan bersama. Kemampuan tersebut diperlukan
dalam merespon kondisi dan situasi, dan hanya pemimpin yang memiliki kecerdasan
emosional yang tinggi yang akan diterima dan memberi harapan kepada orang yang
dipimpinnya.
.
Meneladani prinsip Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
jujur/integritas (siddiq), tanggung jawab/akuntabel (amanah), transparan
(tabligh), dan bersifat professional (fathonah) merupakan kunci sukses dalam
setiap bidang kehidupan dan kepemimpinan.
Kepemimpinan yang berintegritas merupakan kepemimpinan yang mampu memberi
insipirasi kepada yang dipimpinnya, untuk menyumbangkan fikiran, tenaga dan
kemampuan mereka yang terbaik demi tercapainya tujuan bersama. Pemimpin yang
berintegritas dalam konsepsi Islam mempunyai sejumlah karakteristik atau ciri
tertentu antara lain: (a) Shiddiq; mempunyai
akhlaq yang mulia, jujur, (b) Amanah; beriman,
bertaqwa dan akuntabel, dipercaya, (c) Tabligh; terbuka,
kebersamaan, dan komunikatif. (d) Fathonah; cerdas,
mempunyai kompetensi, mempunyai visi ke depan yang jelas. .
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُا
Komentar
Posting Komentar