KHUTBAH JUM'AT
KEMERDEKAAN
YANG HAKIKI
Khutbah Ju’at Tgl.20-8-2021
الْحَمْدُ للهِ اَّلذِيْ
أَخْرَجَ نَتَائِجَ أفْكَارِنَا ِلإبْرازِ أيَاتِهِ وَأفْضَلَنَا بِرُسُوْلِيَةِ
شَرَفِ الأَنَاَمِ. أَشْهَدُ أنْ لاإلهَ إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إلى جَمِيْعِ
الْعَلَمِ . أللّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أًوْصِيْكُمْ ونفسى
بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله تعالى فى كتابه الكريم.
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم . اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُنْعِمُ الْمُتَفَضِّلُ، وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ
اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا. إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ. وَاللهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُوْنَ. وَقالَ الله تعالى وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
َلأزِيْدَنَّكُمْ ولَئِنْ كَفَرْتُمْ إنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ وَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا نَقَصَ مَالُ مِنْ صَدَقَةٍ .
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada jama’ah sekalian, wabilkhusus kepada diri saya sendiri, untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala dengan senantiasa
berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan. Serta
melengkapinya dengan sunnah-sunah Rosulnya.
Kaum Muslimin yang RK,
Dua hari yang lalu, tepatnya hari Selasa, 17 Agustus 2021, kita
baru saja memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76, hari yang paling bersejarah dalam perjalanan
bangsa Indonesia.
Dua hari berikutnya, yaitu hari Kamis,kita memperingati hari Asyura, salah
satu hari yang paling bersejarah dalam perjalanan umat Islam. Peristiwa
keduanya merupakan kemenangan bagi ummat Islam.
Hadirin jamaah Jum’at RK,
Selama 76 tahun kita menghirup udara kemerdekaan, apakah kita
telah benar-benar meraih kemerdekaan yang hakiki, Ataukah kemerdekaan yang semu
?
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantoro, pernah menyampaikan
:
“Sungguh,
seandainya saja aku ini seorang Nederlander, tidaklah aku akan merayakan
kemerdekaan di negeri yang masih terjajah. Lebih dahulu memberikan kemerdekaan
kepada rakyat atau bangsa yang masih aku kuasai, barulah boleh memperingati
kemerdekaan sendiri.”
Tidak dipungkiri, merdeka dari cengkeraman kaum penjajah merupakan
kenikmatan agung yang Allah anugerahkan kepada bangsa Indonesia, yang patut
kita syukuri.
Betapa tidak, dengan kenikmatan merdeka, kita bisa dengan leluasa
melakukan banyak hal yang bermanfaat.
Kebebasan beraktifitas, kebebasan berusaha, kebebasan
menyelenggarakan Pendidikan, kebebasan beribadah dsb.
Akan tetapi sudah cukupkah bagi kita kemerdekaan dari cengkeraman
penjajah saja ?. Bukankah masih banyak belenggu yang harus kita singkirkan agar
kita dapat meraih kemerdekaan yang hakiki dan sejati?
Ma’asyirol Muslimin RK,
Kemerdekaan hakiki
adalah ketika kita sudah mampu memerdekakan diri kita dari jeratan hawa
nafsu.
Kemerdekaan sejati
adalah ketika kita telah mampu memerdekakan diri kita dari perangkap jahat sesama
manusia ataupun setan yang tiada henti menghalang-halangi kita dari berbuat kebaikan.
Kemerdekaan yang
sebenarnya adalah tatkala kita telah mampu memerdekakan hati kita dari
penyakit-penyakit hati yang membinasakan.
Kemerdekaan yang
sesungguhnya bagi seorang pejabat adalah saat ia mampu memerdekakan dirinya
dari mental korup.
Pejabat yang korup, sejatinya ia terjajah dan belum merdeka.
Terjajah oleh angan-angannya bahwa kekayaan dan status sosial yang tinggi akan
melambungkan kebahagiaannya.
Kemerdekaan yang
sesungguhnya bagi seorang penguasa adalah ketia ia tidak menyalahgunakan
kekuasaannya, demi untuk melanggengkan kekuasaanya.
Kemerdekaan yang
hakiki bagi orang kaya adalah tatkala ia mampu memerdekakan hatinya dari
penyakit sombong dan sikap merendahkan orang lain. Serta mampu membelanjakan
hartanya di jalan Allah.
Kemerdekaan bagi
seorang pedagang adalah ketika ia mampu memerdekakan dirinya dari berlaku
curang.
Seorang santri atau siswa dikatakan merdeka apabila
ia mampu memerdekakan dirinya dari kemalasan dalam menuntut ilmu, dan belajar.
Guru atau dosen yang merdeka adalah yang mampu memerdekakan dirinya
dari niat lain selain mengabdi, mendidik, dan mengkader.
Seorang tetangga yang merdeka adalah apabila ia mampu memerdekakan
hatinya dari virus iri, dengki, dan hasud kepada tetangganya.
Dan begitulah seterusnya. Kemampuan melepaskan belenggu yang
menghalangi kita dari berbuat baik, itulah kemerdekaan yang hakiki dan
sesungguhnya.
Jika seluruh bangsa Indonesia sudah meraih kemampuan itu, maka
Indonesia benar-benar telah merdeka. Merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
Ma’asyiral Muslimin RK,
Dua hari berselang setelah kita memperingati HUT Kemerdekaan RI
ke-76 pada tahun ini, kita memperingati hari Asyura, yaitu 10 Muharram 1443
H yang tahun ini jatuh pada tanggal 19 Agustus 2021.
Salah satu yang kita kenang dan kita petik hikmahnya pada
hari Asyura adalah
kemerdekaan Nabi Musa ‘alaihissalam beserta para pengikutnya yang beriman dari
cengkeraman Fir’aun, al-Walid bin Mush’ab, raja Mesir yang mengaku dirinya
sebagai tuhan yang wajib disembah.
Hadirin rahimakumullah,
Allah memerintahkan Nabi Musa ‘alaihissalam agar pergi kepada
Fir’aun untuk mengajaknya masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan
menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa.
Nabi Musa pun pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat
yang sangat menakjubkan dan membuktikan kenabian dan kerasulannya.
Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan
bersikap congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman.
Akhirnya Nabi Musa ‘alaihissalam dan para pengikutnya dari
kalangan Bani Isra’il keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun
mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan
orang-orang yang bersamanya.
Ketika Musa dan para pengikutnya telah mendekati laut merah, Allah
mewahyukan kepada Musa untuk memukul lautan dengan tongkatnya. Laut terbelah
menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar.
Di antara setiap dua belahan ada jalan yang kering. Nabi Musa
‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan
pasukannya pun mengejar mereka. Allah subhanahu wata’ala kemudian
menenggelamkan mereka semua dan Allah selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dan
orang-orang yang bersamanya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Para nabi Allah telah memberikan kepada kita contoh dan teladan
dalam berdakwah kepada Allah dan bersabar untuk itu.
Di atas garis perjuangan mereka inilah para sahabat dan para ulama
menempuh jalan. Mereka mendarmabaktikan jiwa dan raga untuk memperjuangkan
agama Allah.
Teladan Sayyidina al-Husain radhiyallahu ‘anhu yang gugur syahid
pada hari Asyura, hari
Jumat 61 H selalu lekat dalam ingatan kita.
Ketika beliau melihat orang yang tidak cakap memimpin kaum
Muslimin ingin meraih puncak kepemimpinan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh
pembesar kaum muslimin yang berilmu dan bertakwa, al-Husain terang-terangan
menentang hal itu.
Al-Husain berpegang teguh dengan kebenaran dan konsisten
dengannya, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar hingga ia terbunuh padahal beliau
adalah putra dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau gugur
syahid di tangan orang-orang yang fasiq dan dzalim.
Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan
ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُا
Komentar
Posting Komentar